Selasa, 13 Mei 2014

HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH




 
A.     Sejarah Pemerintahan Daerah
Sebagai pelaksanaan pasal 18 UUD 1945 di bidang ketatanegaraan pemerintah Republik Indonesia melaksanakan pembagian Daerah-daerah dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang Pememrintah Daerah.
Oleh karena itulah sejak proklamasi kemerdekaan, kita  lihat pemerintah beberapa kali membentuk Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan-perubahan terlihat karena masing-masing Undang-undang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi waktu terjadinya sehingga akhirnya terbentuk Undang-undang No. 5 Tahun 1974.
Beberapa Undang-undang Pemerintah Daerah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.             Undang-undang No. 1 Tahun 1945  tentang kedudukan Komite Nasional Daerah, yang merupakan langkah pertama menerapkan demokrasi di Daerah. Saying Undang-undang ini terlalu singkat bunyinya karena hanya mengatur kedudukan Komite Nasional Daerah (KND) sebagai penjabaran Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan badan legislatif darurat. Kemudian selanjutnya di Daerah KND berganti nama menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD).
b.             Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang ini merupakan penghapusan perbedaan antara cara pemerintahan di Jawa dan Madura dengan Daerah-daerah di luar jawa dan Madura (uniformitas). UU ini diumumkan 1 tahun sesudah Aksi Militer I (1947) dan 6 bulan sesudah UU ini diumumkan, Tentara Belanda melanjutkan AksiMiliter II(1948), sehingga UU ini sempat dijalankan secara sempurna.
c.             Undang-undang No. 4 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Negara Indonesia Timur (NIT) ini hanya bersifat separatis,  hal ini adalah akibat berlakunya Konstituante  RIS dimana Negara Republik Indonesi berbentuk seperti Serikat. Untunglah kemudian UU ini tidak sempat diterapkan karena disusul dengan pembentukan  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mengakibatkan dengan sendirinya membubarkan NIT.
d.             Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. UU ini sebagai usaha untuk uniformitas dalam menyatukan UU tentang Pokok-pokok Otonomi Daerah bagi seluruh Indonesia, yang akan menggantikan seluruh perundang-undangan tentang Pokok-pokok Otonomi yang beraneka  warna. Dalam UU ini pula kita temui istilah Swatantra.
e.             Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokokPemerintahan Daerah. UU ini dibuat sewaktu PKI beberapa waktu menjelang meletusnya, sehingga dalam UU ini sempat dimasukkan ketentuan bahwa untuk terciptanya demokrasi (terpimpin) maka di dalam Pimpinan DPRD, pembentukan Wakil-wakil Ketua harus menjamin terciptanya poros Nasakom. Selain itu UU ini  terkenal dengan pemberian Otonomi yang seluas-luasnya.
f.              Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerinatahan di Daerah. UU ini terkenal dengan pemberian Otonomi yang nyata, DInamis dan Bertanggung jawab. Nyata dalam arti bahwa pemberian Otonomi kepada Daerah haruslah didasarkan pada factor-faktor, perhtungan-perhitungan, dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin Daerah yang bersangkutan secara Nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab dalam arti bahwa pemberian Otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar seluruh di pelosok nagaradan serasi atau tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang  telah diberikan, serasi dengan pembinaan politik  dan Kesatuan Bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU No. 5 Tahun 1974 ini mempunyai judul dengan penekanan kata penunjuk tempat “di”. Maksudnya adalah karena UU  ini selain mengatur tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah Otonom, juga mengatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di Daerah.
g.             Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Undang-undang ini dibentuk untuk menyesuaikan diri dengan demikian daerah-daerah yang selama ini didomiasi oleh pusat dicoba untuk diberikan Otonomi dengan tetap memberikan rambu-rambu pencegahan desintegrasi.

Kepala Daerah
Dalam UU No. 5/1974 KepalaWilayah (Gubernur dan Bupati) adalah juga Kepala Daerah, dualism istilah ini menimbulkan kerancuan yaitu sebagai Kepala Daerah ia dipilih oleh DPRD namun kemudian ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Menteri Dalam Negeri) sebagaimana Pasal 15 UU no. 5/1974. Tetapi sebagai penanggung jawab terakhir pemerintahan, tetap saja pertanggungjawaban disampaikan kepala Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, resikonya DPRD hanya menjadi Badut Politik.
Dalam UU No. 22/1999 Kepala Daerah Tingkat I disebut  sebagai Gubernur (tanpa istilah KDH) dan Kepala Daerah Tingkat II disebut sebagai Bupati (tanpa  istilah KDH). Walaupun demikian bukan berarti Gubernurdan Bupati merupakan pejabat pusat saja (Kepala Wilayah) karena DPRD diberikan wewenang yang besar dakam mengawasi jalannya roda pemerintahan, maka tidak menutup kemungkinan Gubernur  dan Bupati diminta pertanggungjawabannya  atas jalannya roda pemerintahan sewaktu-waktu.
Dari mempelajari besarnya kemungkinan selama ini, Gubernur dan Bupati menciptakan Kroni, maka Pasal 48 UU No. 22/1999 melarang sebagai berikut:
1.             Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politik tertentu.
2.             Menerima uang, barang, dan jasa dari pihak lain (sogok) dan kolusi yang patut dapat diduga  akan mempengaruh keputusan atau tindakan yang akan dilakukan.
Bahkan Pasal 49 UUini Gubernur dan Bupati dapat diberhentikan dari jabatannya apabila muncul krisis kepercayaan dari Masyarakat setempat. Begitu juga dalam Pasal 55 UU ini dinyatakan oleh DPRD tidak dapat dicalonkan lagi untuk pilihan selanjutnya.
Selama ini betapa kita lihat Gubernur dan Bupati memenangkan tender para kroninya, sehingga pada gilirannya memperkaya golongan tertentu dan mempermiskin golongan lainnya. Tender seperti ini tidak menimbulkan pembesaran rizki kebawah(Trickle Down Theory).

DPRD
Berbeda dengan UU No. 5/1974 yang Rapat Dewan dilaksanakan minimal 2 kali dalam setahun (Pasal 31) maka DPRD di era UU No. 22/1999 dituntut untuk lebih aktif yaitu Rapat Dewan minimal harus 6 kali dalam setahun (Pasal 23).
Demikian pula halnya dengan perimbangan keuangan pada UU No. 22/1999 ditentukan dana perimbangan keuangan melalui pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan serta pengambilan sumber daya alam.
Selama ini kita lihat bagaimana tidak seimbangnya penyedotan Pemerintah Pusat terhadap kekayaan daerah yang tidak sebanding dengan subsidi yang dikembalikan, dengan UU keadaan ini diharapkan tertanggulangi.

Dinas Otonom
Pemerintah Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Dari setiap penyerahan setiap urusan yang diberikan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dapat dibentuk berbagai Dinas Otonom. Jadi Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, diangkat oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Dinas Daerah ini bertanggungjawab kepada Kepla Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Antisipasi
Dari berbagai kemungkinan  otonomi yang luas dari UU No. 22/1999ini memang suatu ketika cenderung terbentuk suasana yang federalistik, maka yang perlu diatisipasi dari UU ini adalah besarnya dominasi dan arogan DPRD, ketegangan antar pribumi dan pendatang di masing-masing daerah, retaknya Persatuan dan Kesatuan, berkurangnya rasa Nasionalisme, lemahnya pengawasan pusat, munculnya egoism kedaerahan, munculnya tujuan yang berbeda-beda.

A.     Azas Penyelenggaraan Pemerintahan  di Indonesia
Ada 3 azas penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang harus diseimbangkan pemakaiannya yaitu sebagai berikut:

1.            Azas Negara Hukum
Yaitu azas yang mempedomani peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini mangandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya, dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh  hokum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Prinsip  dari azas ini tampak dalam rumusan peraturan  yang diwujudkan dari cita-cita hukum (rechssidee), kalu tidak demikian akan muncul kesemena-menaan yang bermula dari subyektifitas penguasa.

2.            Azas Semangat Kekeluargaan
Yaitu azas yang mempedomani rasa kemanusiaan dan cinta kasih senasib sepenanggungan. Istilah kekeluargaan itu berasaldari kata “keluarga” itu terdapat dalam masyarakat, bangsa apa saja, selain ditentukan oleh ikatan darah juga terdapat ikatan lainnya yang terjadi karena rasa cinta kasih antara sesame anggota yang sudah dianggap keluarga, yang membawa akibat saling bantu membantu, saling menghormati dan saling memberikan perlindungan.
Demikianlah jika ikatan-ikatan itu ditingkatkan dalam hubungan antar keluarga sampai pada hubungan antar anggota keluarga yang lebih besar, disebut kekeluargaan. Kekeluargaan ini sebagai pengobyetifan dari kekeluargaan yang subyektif.



3.            Azas Kedaulatan Rakyat
Yaitu azas yang mempedomani bahwa kekuasaan tertinggi adalah hati nurani rakyat kecil yang selama ini walaupun jumlah mereka besar, tetapi mereka diam (Silent Majority). Azas ini berasal dari keinginan untuk mewujudkan demokrasi, tetapi hendak dapat dibedakan antara demokrasi dengan kebebasan, kendatipun demokrasi membicarakan berbagai kebebasan seperti kebebasan berpendapat, kebebasan menuntut ilmu dan mengusahakan mata pencaharian yang layak serta lain-lain. Namun kebebasan pada gilirannya dapat mencapai dekadasi moral karena bagaimanapun manusia ingin bebasbahkan hidup sendiri, peraturan dan hukum tetap perlu diadakan sendiri.

Ketiga azas tersebut diatas mutlakharus diseimbangkan, karena bila dilaksanakan sendiri-sendiri  cenderung akan memiliki ekses negative. Misalnya hukum yang dilaksanakan secara berlebih-lebihan akan menyingkirkan kemanusiaan dan kekeluargaan, nilai-nilai kekeluargaan bila dilakukan berlebihan akan melupakan hukum yang harus dijalankan, dan kebebasan rakyat yang dibiarkan berlebihan akan menimbulkan pelanggaran ssyariah agama yang trasedental.
Namun demikian apabila dijalankan berbarengan secara seimbang akan menciptakan hasil yang luar biasa baiknya, dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Indonesia. Ini memang merupakn sifat dan azas yang dianut oleh Undang-undang Dasar 1945, yang ditelurkan dari pola piker pendiri negara kesatuan Republik Indonesia ini dulu. Itulah sebabnya dalam ketatanegaraan Indonesia kita kenal hukum yang bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila, kekeluargaan leluhur yang berbhineka tunggal ika, dan keberadaan dewan perwakilan rakyat yang sampai saat ini masih tetap mencari bentuk keindonesiaannya.

B.     Azas Pemerintahan di Daerah
Dalam hubungan Pemerintahan Pusat dengan pemerintah Daerah, kita mengenal bebrapa kali pergantian Undang-undang pemerintahan Daerah. Menurut Undang-undang No. 5 Tahun  1974 tentang Pokok-pokok pemerintahan di daerah, yang masih berlaku sampai saat ini,dikenal beberapa azas penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, sebagai berikut:

1.            Azas Desentralisasi
Azas desentralisasi adalah azas penyerahan sebagian urusan dari pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2.            Azas Dekosentrasi
Azas dekosentrasi adalah azas pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah, atau kepala instasi vertical tingkat atasnya, kepada pejabat-pejabatnya di Daerah.

3.            Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah  azas untuk turut sertanya pemerintah daerah bertugas dalam melaksanakan urusan pemerintahan pusat yang ditugaskan kepada pemerinah daerah oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Konsekuensi daripada ketiga azas tersebut diatas, maka diadakan sebagai berikut:
1.             Otonomi Daerah, yaitu akibat adanya desentralisasi  lalu diadakan daerah otonomyang diberikan hak wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai peraturan berlaku.
2.             Daerah Otonom, yaitu akibat adanya otonomi daerah lalu dibentuklah daerah-daerah otonom, baik untuk tingkat I maupun tingkat II. Daerah Otonom itu sendiri  berarti kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan myang berlaku.
3.             Wilayah Administratif, yaitu akibat  adanya azas dekosentrasi. Wilayah Administratif itu sendiri, berarti lingkungan kerja perangkat pemerintah pusat yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di Daerah. Tugas pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman, ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya (seperti peradilan, keamanan, moneter, dan luar negeri) yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi dan tidak termasuk  urusan rumahtangga Daerah.
Kata “mengurus” dan “mengatur” dalam pemberian otonomi keapada daerah dapat dibedakan, yaitu  mengurus berarti fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan oleh pihak eksekutif daerah yaitu Kepala Daerah, sedangkan mengatur berarti fungsi pengaturan yang dijaankan oleh pihak pembuat peraturan Daerah. Kesemuanya merupakan fungsi pemerintah daerah itu sendiri bik Tk. I maupun Tk II.
1)            Kepala Wilayah, Kepala Daerah dan Otonomi Daerah
Sebagaimana telah disampaikan di muka, bahwa Kepala Wilayah belum tentu sekaligus Kepala Daerah, contoh Camat. Tetapi Kepala Daerah dengan sendirinya Kepala Wilayah seperti Gubernur Kepala Daerah Tk. I dan Bupati Kepala Daerah Tk. II serta Walikotamadya KDH Tingkat II.
Begitu pula dengan halnya Sekretariat Daerah adalah unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah. Secretariat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah atau Sekda. Tetapi karena dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974 untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di dalam negara kesatuan Republik Indonesia, maka desentralisasi dijalankan bersama-sama dengan dekosentrasi. Sehingga bukan hanya Kepala Daerah Tk. I dan Kepala Daerah Tk. II yang merangkap Kepala Wilayah, selanjutnya Sekretariat Daerah adalah juga Sekretariat Wilayah. Secretariat Daerah karena jabatannnya adalah juga Sekretaris Wilayah.
Dengan demikian dalam pembicaraan sehari-hari dikenal Sekretaris Wilayah Daerah untuk orang yang menjabat dan memimpin suatu kantor Sekretariat Wilayah Daerah, baik untuk Tingkat I maupun Tingkat II.
Sebagaimana telah diuraikan pada penjelsan-penjelasan sebelumnya, bahwa desentralisasi adalah penyerahansebagian urusan pemerintahandari PemerintahPusat kepada Pemerintah Daerah dan seterusnya menjadi urusan rumah tangga Daerah. Sebagai implementasinya lalu diadakan otonomi Daerah baik pada Daerah Tk. I maupun Daerah Tk. II.
Otonomi Daerah itu sendiri berarti hak, wewenang dan kewajiban suatu Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Fungsi mengatur diberikan kepada aparat legislative yaitu DPRD, sedangkan fungsi mengurus diberikan kepada aparat eksekutif yaitu Kepala Daerah dan Dinas-dinas Otonominya. Itulah sebabnya DPRD pada masing-masing Daerah dapat membuat Peraturan Daerah (Perda) masing-masing sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam berbagai kesempatan selalu disampaikan bahwa titik berat otonomi Daerah diberikan kepada Daerah Tingkat II namun demikian dalam kenyataannya pemberian otonomi kepada Daerah, lebih besar kewajiban daripada hak. Sehingga dengan demikian masih tampak unsur sentralistis. Karena “Kewajiban” untuk menjaga persatuan dan kesatuan, merupakan sentralisasi pemerintahan. Sedangkan “Hak” untuk mengatur dan mengurus rumahtangga sendiri, merupakan desentralisasi pemerintahan.
Selain daripada itu identik dengan pertanggungjawaban Presiden di tingkat Pemerintah Pusat, Kepala Daerah tidak bertanggungjawab kepada DPRD. Kendatipun begitu Kepala Daerah tetap wajib memberikan keterangan pertanggungjawaba kepada DPRD sekurang-kurangnya sekali dalam setahun atau apabila dianggap perlu DPRD dapat memintanya dalam waktu tertentu.
Kepala Daerah yang sekaligus juga ex officio Kepala Wilayah (Gubernur, Bupati, ataupun Walikotamadya) sebagai aparat Pemerintah Pusat yang berada di Daerah, bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri,. Ini menunjukkan bahwa Presiden selaku Kepala Negara merupakan pertanggungjawaban terakhir hal ikhwal pemerintahan.
Segala apa yang telah disampaikan di atas menunjukkan besarnya kekuasaan eksekutif pusat (Pemerintah Pusat) di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan keseluruhannya berangkat dari anggapan bahwa pada waktu diberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah, separatisme cenderung sering terjadi. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memang bangsa yang memiliki kebhinekaan mulai dari perbedaan keberagaman suku, adat istiadat, bahasa daerah, agama kepercayaan, pulau, dan seni budaya lainnya.
Atas pemikiran itu pula dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974, disebutkan bahwa Presiden dalam mengangkat Kepala Daerah dari antara calon-calon yang diajukan oleh DPRD tidak dapat memilih salah satu diantaranya, ini adalah merupakan hak prerogative Presiden.
Akhirnya disimpulkan bahwa pemberian otonomi kepada Pemerintah Daerah haruslah nyata, dinamis dan bertanggungjawab. Nyata dalam arti desentralisasi pemerintahan karena harus didasarkan pada factor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin Daerah tersebut mampu mengurus rumahtangganya sendiri. Bertanggungjawab dalam arti sentralistis pemerintahankarena harus sejalan dengan tujuan yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di pelosok negara dan serasi atau tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Sedangkan dinamis dalam arti Pemerintah Daerah yang diberikan Otonomi Daerah tersebut berkembang kearah yang lebih baik dari wkatu ke waktu, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya, maupun dalam pelayanan kemasyarakatan.
Adapun yang menjadi kesimpulan ini adalah antara lain sebagai berikut:
1.             Otonomi Daerah ditandai dengan pemberian urusan-urusan tertentu kepada Daerah tertentu, dan sisanya tetap dikelola oleh Pemerintah Pusat. Oleh karenanya terasa ada pembatasan
2.             Perincian pemberian urusan tersebut dimaksudkan untuk melihat kemampuan masin-gmasing Daerah, tetapi di balik daripada itu ada pertimbangan  lain untuk tidak member sesuatu urusan.
3.             Pemerintah Daerah diharapkan untuk tidak terlalu besar mengharapkan ketergantungan pada bantuan sumbangan dari Pemerintah Pusat.
4.             Urusan-urusan yang tidak mungkin diserahkan kepada Pemerintah Daerah adalah urusan moneter, urusan peradilan, urusan luar negeri dan urusan pertahanan keamanan.
5.             Pemerintah Pusat diharapkan tidak terlalu banyak ikut campur dalam bursa pemilihan Kepala Daerah. Sesuai peraturan yang berlaku Pemerintah Pusat dipersilahkan ikut menetukan pemenang seelah calon diajukan.

Kamis, 24 April 2014

KECUPAN TERAKHIR DIBALIK TOGA (true story)

Mata itu, terus mengamatiku kemanapun aku berada. Cihhh….sungguh orang itu sudah tak punya malu, pikirku. Hiruk pikuk keramaian membuyarkanku dari lamunan tentang masa-masa indah bersamanya, kenangan yang mungkin takkan terlupakan dan terus tersimpan di ingatan ini meski pada akhirnya akan sangat mengiris hati. Astagfirullah….air mata ini akan segera membasahi kedua pipiku bila tak segera kuseka dengan sapu tangan. Mengapa hati ini belum bisa mengikhlaskan kejadian kemarin? Penghianatan yang kuterima setelah empat tahun berada disisinya, sungguh kisah cinta yang sangat miris untuk dikisahkan.

Sesaat kulihat wajah kedua orangtuaku tersenyum dibalik kerumunan para orangtua calon wisudawan. Hari ini merupakan hari yang membanggakan bagi mereka semua, setelah melewati perjuangan panjang pahit manis bangku kuliah di Universitas Al-Asyariah Mandar. Liana, Fira, dan Dina adalah my best friend. Mereka selalu menghiburku ketika hati ini mulai terasa perih lagi. Katanya,
”Kami mengerti isi hatimu kawan”. Sungguh, dorongan mereka saat ini yang sangat kubutuhkan.
“Sayang,,,kamu kenapa?”. Tanya fira.
“Dia, dia ada disini dan terus mengamatiku. Aku sangat merasa risih dibuatnya”. Jawabku.
          “Sudahlah…kamu tenang saja, dia tidak akan mengganggumu lagi”. Ujar Liana sambil menggenggam tanganku berusaha menguatkan hatiku, dan aku menghargai usahanya itu.

Calon wisudawan dan wisudawati bergantian naik ke podium untuk meresmikan titel yang akan mereka sandang dibalik namanya. Sesaat kemudian, terdengar panggilan “Dewi Riana Ahmad”, kini saatnya giliran aku  naik ke podium. Oh,,,kakiku rasanya lemas, kedua tanganku mulai berkeringat dingin. Sesekali kulirik matanya yang memperhatikanku, seolah ingin merangkullku dari kejauhan namun bayangan wanitanya menghalangi niatnya.
“Selamat”, kata pak Rektor yang menyalamiku setelah peresmian yang telah dia berikan kepadaku dengan memindahkan pita togaku dari kiri ke kanan. Kuucapkan,
“Terimakasih” yang sangat mendalam kepadanya.
                                                 ***


Hati ini menangis saat melihatnya berbincang dengan orangtuaku. Ya Allah, kenapa kau tidak mentakdirkan dia untukku. Empat tahun bersamanya, tapi Kau memilihkan dia dengan seseorang yang hanya enam bulan dikenalnya lewat dunia maya. Mama, Papa, maafkan aku telah merahasiakan kegagalanku, karena kurasa itu akan lebih baik daripada kalian tahu yang sebenarnya.  Setidaknya kalian tidak akan mengasihaniku.
“Dewi…kemari nak, saatnya kita berfoto bersama”. Panggil mamaku.
“Iya ma…”, sahutku. Lalu photographer mengatur posisi kami, yang dimana aku ditengah dan ada mama dan papa disampingku. Lalu,
“Nak Wahyu mari bergabung bersama kami, pamali bila berfoto hanya bertiga” panggil mamaku padanya.
“Terimakasih tante”, dia pun segera ambil posisi disamping mamaku. Kenapa harus dia?, sangat menggelikan berfoto dengan orang yang jelas telah menyakiti kita. Kuatkan aku ya Allah…

Setelah kami merasa cukup berfoto, orangtuaku berpamitan kepada teman-temanku dan dengan dia, seolah dia akan menjadi orang terakhir mendampingiku. Suatu hari mereka harus tahu yang sebenarnya. Tanpa sadar, Wahyu menarik tanganku dan mengajakku ke Sekretariatan Mapala, lalu kami duduk di pondok bambunya
 “Dewi, aku mau bicara, Ada beberapa hal  yang ingin kujelaskan padamu dan kurasa itu penting untuk kau ketahui”, bujuknya.
          “Baiklah, katakan apa yang ingin kau katakan karena mungkin ini kali terakhirnya kita bicara”. Kutatap matanya saat ia menggenggam tanganku dan ia mulai bicara.
          “Sayang maafin aku telah menyakiti dan mengecewakanmu, tidak sepatutnya aku memperlakukanmu seperti ini. Tapi sungguh aku tiada niat untuk itu. Karena kamu juga tahu kan?, aku sangat menyayangimu”. Terangnya.
          “Oh ya…kamu menyayangiku?, tak ada niat?, menggelikan sekali. Jadi berpacaran dengan dia selama enam bulan di facebook tanpa sepengetahuanku, kamu anggap tak ada niat?”. Dadaku mulai sesak mendengar pernyataanya.
          “Aku tahu, aku memang salah. Tapi aku berharap kamu bisa mengerti posisiku pada saat itu!”. Dia semakin menggenggam tanganku dengan erat.
          “Aku memang dekat denganya saat kau tidak memperhatikanku karena kesibukanmu, dan itu kulakukan semata untuk menghibur diri dari kejenuhan. Jadi please, kamu jangan salah paham dulu dengan semua ini”.  Airmata pun jatuh membasahi kedua pipiku dan aku sudah tak sanggup lagi menahannya karena mata ini juga berhak untuk menangis.
          “Kamu kira aku tidak tahu?, sekarang wanita jawa itu tinggal dirumahmu. Dan dia mulai perlahan merampas posisiku di kehidupanmu”, Ungkapku dengan keseduhan.
          “Darimana kau ketahui semua tentang itu?”, tanyanya.
          “Apa kau juga telah menjanjikan pernikahan padanya?, sehingga dia rela meninggalkan keluarganya di Surabaya, lalu datang menemuimu di Makassar?”. Aku berusaha melepas genggamannya dan mencoba tegar dihadapannya meski sebenarnya aku sangat rapuh karenanya.
          “Aku tidak menyangka, ternyata kau mengetahui lebih dari yang kuduga. Dia memang sekarang ada dirumah, dan dia datang ke makassar bukan sepenuhnya untuk bertemu denganku tetapi dia ingin pindah agama Islam. Dan aku tidak bisa menolak  niat baiknya, jadi aku menerima dia dan membantunya”.
          “Dan kamu juga tidak bisa menolak permintaanya untuk dinikahi?, selaku. Dan dia pun berusaha menenangkanku dengan menepuk pundakku.
          “Sayang, entah kenapa aku jadi serba salah. Disatu sisi aku tidak bisa menolaknya, dan disisi lain aku tak  tak sanggup meninggalkanmu”. Jawabnya. Aku hanya bisa menghela napas,
          “Itu karena kamu telah berani bermain api dan kamu tidak sanggup menyelamatkan dirimu sendiri apalagi memadamkannya”.

Untuk beberapa saat, kami saling berdiam. Entah apa yang dipikirkannya, dan aku juga bingung apa yang sekarang aku pikirkan. Pikiranku jadi sangat kacau, marah dan sedih menggunduk di otakku hingga aku tak mampu untuk memutar otakku agar tetap dapat berpikir.

Dia mulai berdaham, sepertinya dia ingin memulai kembali pembicaraan ini.
“Dewi, aku berusaha untuk mengambil keputusan dengan sebijak mungkin”, lalu dia menarik napas dalam-dalam.
“Sekarang, aku satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadapnya karena cuma aku yang dia punya di sini. Dan mungkin aku akan benar-benar menikahinya karena aku telah terlanjur janji padanya”. Oh…Tuhan aku sudah tak sanggup lagi berpura-pura kuat dihadapanya, air mata ini semakin tumpah. Lalu dia memelukku berusaha menenangkanku lagi.
“Maafin aku sayang…,kuharap kau bisa mengerti dan ikhlas menerimanya”, ujarnya. Rasanya aku tak ingin melepas pelukannya karena kutahu setelah ini, tak ada  lagi pelukan hangat darinya.
“Aku mohon jangan menangis, aku ingin melihatmu tetap sebagai Dewi yang selalu tersenyum ceria”. Lalu dia melepas rangkulan tanganku dari pundaknya kemudian mengecup keningku. Hangat dan lembut bibirnya kurasakan begitu tulus hingga  aku semakin tak kuasa menahan perasaan sedihku akan berpisah dengannya.
“Sudahilah tangisanmu ini sayang, kamu pastinya tidak ingin tampilan riasanmu rusak saat bertemu dengan teman-temanmu nanti”. Dia berusaha mencoba menghiburku dan menguatkanku. Setelah merasa agak tenang dia mengantarku ke toilet untuk merapikan diri kembali.

Sesaat kemudian, aku telah keluar dari toilet. Emosiku sudah agak baikan dan aku juga telah memperbaiki riasanku. Aku tidak ingin orang bertanya-tanya ketika melihat keadaanku kacau. Lalu dia mengantarku untuk bertemu dengan teman-teman wisudawanku, mereka semua masih tampak bersemangat dan bahagia. Lalu dia memasang kembali toga di kepalaku sembari tersenyum dan berkata,
“Lanjutkan hidupmu sayang, dan izinkan aku sekali lagi mengecup keningmu sebagai tanda perpisahan”, pintanya. Lalu aku hanya bisa mengangguk. Ketika kurasakan sentuhan lembut bibirnya di keningku, entah mengapa hati ini merasa damai setelah apa yang terjadi. Mungkin aku sudah mulai belajar ikhlas melepaskannya.

Kemudian dia berpamitan kepada teman-temanku. Untuk terakhir kalinya aku memandangi kepergiannya yang takkan kembali dan ku hanya bisa ikhlas dan bertawakkal. Sampai jumpa  kekasih terindah yang bukan untukku. Semoga kau bahagia dengan pilihanmu.

Makassar, 10 Mei 2011

Selasa, 22 April 2014

Wisata Pulau Pasir Putih di Tanah Mandar

Pulau pasir putih atau Gusung Toraja, seperti itulah warga lokal menyebut salah satu dari 7 pulau yang berada dikawasan gugusan Polewali Mandar yang memiliki luas 4 hektar. Pulau ini terletak di kecamatan Binuang. Dari desa Tonyamang pengunjung dapat menyewa taksi laut pulang pergi dengan biaya seratus ribu untuk menyebrang menuju pulau pasir putih.

Di pulau pasir putih telah terdapat fasilitas berupa villa dan gazebo. Sehingga pengunjung dapat beristirahat atau menginap jika ingin menyaksikan sunset dan sunrise. Namun karena disana tidak disediakan sumber mata air yang dapat dikonsumsi, pengunjung harus membawa bekal sendiri untuk persediaan disana. Tak hanya itu keindahan yang dapat dinikmati di pulau tersebut. Dengan putihnya pasir yang terhampar di pulau itu, dengan air laut yang tampak tenang, beningnya biru air dapat memanjakan pengunjung yang ingin bersantai melepas stress dan terumbu karang yang berada di tengah perairan, aman buat berlibur dan bermain bersama keluarga.

Pulau pasir putih adalah pilihan yang tepat jika ingin berlibur dengan keluarga. Karena lokasinya yang mudah didatangi, adanya fasilitas yang disediakan yaitu villa dan gazebo-gazebo, dan para nelayan yang tinggal di sepanjang pantai Tonyamang menyediakan ikan segar salah satunya adalah ikan Lai-Lai yang merupakan ikan karang dan ikan khas perairan Polewali Mandar bila pengunjung ingin berpesta bakar ikan bersama keluarga. Serta panorama indah di sepanjang perjalanan menuju ke pulau pasir putih tersebut dapat menyegarkan mata yang penat dengan pemandangan yang ada di kota.